Tiang-tiang bulat besar penyangga bangunan, yang dikenal dengan sebutan soko guru, pun tak luput dari kerusakan. Secara umum bentuk masjid yang berdiri di atas tanah seluas 9.000 meter persegi, tepat di sisi barat Alun-Alun Manonjaya, ini tak berbentuk lagi. Bagian muka yang berciri khas bangunan dalem tempo dulu juga hancur.
Kondisi masjid yang berada di ruas jalan Tasikmalaya-Banjar via Manonjaya ini menyisakan kesedihan dan keprihatinan warga setempat. Mereka tak lagi bisa beribadah di dalamnya. Untuk melaksanakan salat Jumat saja, misalnya, warga terpaksa mendirikan bangunan darurat beratap asbes di sisi barat puing-puing masjid.
Saat itu warga berharap masjid kebanggaan mereka, yang juga termasuk warisan budaya nasional, segera diperbaiki. Namun, hari demi hari, bulan demi bulan berlalu, upaya perbaikan tak kunjung datang. Pihak Pemkab Tasikmalaya angkat tangan. Sebab, selain tak ada dana, masjid tersebut berstatus milik negara.
Ketika masih berdiri kokoh, masjid yang dibangun pada akhir abad XVIII ini tampak artistik dilihat dari sudut mana pun. Namun yang paling indah bila dilihat dari arah depan. Di sini terdapat dua bangunan menara segi enam di sisi kiri-kanan masjid. Di tengahnya berdiri bangunan dengan markis bercitarasa rumah dalem tempo dulu dengan kelengkapan ornamen ukiran kayu dan besi.
Secara keseluruhan, masjid ini memiliki empat suhunan (atap), terdiri atas dua suhunan menara, satu suhunan bangunan penunjang, dan terakhir suhunan bangunan utama. Uniknya, setiap puncak suhunan dipasangi ornamen terbuat dari tanah liat yang disebut kuncup.
"Sedih, prihatin, dan kecewa berbaur menjadi satu ketika gempa sudah berlalu lama, tapi masjid masih dibiarkan merana. Kami, para tokoh Manonjaya, lantas mengadakan pertemuan dan disepakati untuk memperbaiki sendiri, dengan kemampuan pendanaan sendiri," ujar Ece Setiaman (55), salah seorang tokoh Manonjaya, didampingi sejumlah tokoh lainnya, saat ditemui belum lama ini.
Menurut Ece, sebenarnya masjid sempat mendapatkan rehab dari Pemprov Jabar senilai Rp 1 miliar. Tapi tidak tuntas dan dibiarkan selama lebih dari satu tahun. Balok-balok kayu jati yang dikumpulkan di sisi selatan masjid dibiarkan terkena panas dan hujan.
"Melihat kondisi seperti itu, kami akhirnya bertekad memperbaiki sendiri. Karena bagaimanapun, kami sebagai warga Manonjaya merasa malu melihat kondisi masjid seperti itu," ujarnya.
Maka sejak Februari 2012, upaya rehab masjid pun dimulai. Sejumlah warga mencari dana ke sana- kemari. Termasuk ke pengusaha dan pejabat asal Manonjaya yang sukses di luar daerah. "Alhamdulillah terkumpul dana sekitar Rp 600 juta," tutur Ece, yang menyebutkan total kebutuhan rehab ditaksir mencapai Rp 5 miliar.
Puluhan tukang dikerahkan untuk memperbaiki masjid. Sedikit demi sedikit, tampilan masjid mulai berbentuk lagi. Pekerjaan yang paling sulit dan menyita waktu adalah pembuatan berbagai macam ornamen yang hancur karena pembuatannya harus sesuai dengan aslinya.
Dana bantuan dari para agnia masih terus mengalir hampir setiap hari. Mulai yang menyumbang Rp 1.000 hingga jutaan rupiah. Setitik harapan kembali muncul ketika mendengar kabar bahwa Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, akan memberikan sumbangan lagi.
"Kami mendapat kabar bahwa Bapak Gubernur akan memberikan lagi sumbangan. Ini menggembirakan dan mudah-mudahan kabar itu benar," harap Ece, yang diiyakan sejumlah tokoh warga Manonjaya lainnya. (*)
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar