Minggu, 22 Juli 2012

Cerdas Memaknai Bulan Ramadhan


TASIK, (KP).- Ramadan 1433 H telah tiba. Di bulan suci ini, berbagai ibadah pun diberi ganjaran pahala berlipat ganda. "Bahkan tidurnya seorang yang berpuasa pun mendapat pahala". Tetapi, Ramadan pun harus dimaknai secara cerdas. Terlebih banyak orang yang justru terjebak dengan hal-hal merugikan sehingga hampa pahala. 
Demikian disampaikan Ustadz Usman dalam pengajian rutin yang digelar Komunitas Hijabers Tasikmalaya di Syfa Butik, Jalan Sutisna Senjaya, Kota Tasikmalaya, menyambut Ramadan tahun ini, Minggu (15/7). “Ada empat hal yang perlu digarisbawahi dalam kita memaknai Ramadan. Tradisi yang salah dapat membuat kita justru terjebak dalam euforia bulan Ramadhan. Karenanya kita harus cerdas memaknai Ramadan,” kata Uus, sapaan akrab Usman, di depan peserta pengajian yang didominasi kaum perempuan belia tersebut.
Pertama, kata Uus, tradisi berbuka yang membeli berbagai macam makanan sehingga membuat seseorang kamerkaan. Hal ini lantas membuat biaya kebutuhan menjadi membengkak karena penuh dengan menu kemewahan. “Meski kita hanya makan dua kali dalam sehari, karena terjebak euforia maka biaya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari jadi jebol. Dari makanan tajil hingga menu berbuka dipenuhi hawa nafsu,” ujarnya. 
“Padahal kata Rasulullah, kriteria sehat itu dalam sehari memiliki porsi 1/3 untuk makan, 1/3 minum dan 1/3 untuk nafas. Karena memenuhi hasrat hawa nafsu, ketika kita mendengar adzan Isya malah kamerkaan dan tidak melakukan tarawih,” kata Uus. 
Selain itu, lanjut dia, ada anggapan bulan Ramadan merupakan ranah untuk bermain alias ngabuburit sehingga masjid malah kosong. Bulan yang sejatinya penuh hikmah dan momentum untuk memperbaiki diri pun menjadi sebaliknya. 

Belajar bangun malam
Uus mengutip pernyataan Pakar Kesehatan Islam, Prof. Dr. H. Dadang Hawari, bahwa sahur hanya mencukupi untuk tubuh hingga waktu Dzuhur dan selebihnya merupakan perjuangan. “Ada alasan, karena puasa maka membatasi untuk melakukan kegiatan bahkan berleha-leha. Dan ketika ngabuburit malah yang penuh itu alun-alun, bukan masjid. Padahal bulan Ramadan itu seharusnya membuat kita mampu meningkatkan diri dalam beribadah,” tutur Uus. 
Di bulan Ramadan, berbagai pahala yang berlipat ganda menjadi peluang untuk meningkatkan keimanan dan diharapkan menjadi kebiasaan setelah selesai bulan tersebut. “Saat Ramadan kita bisa belajar bangun malam untuk bertahajud. Mari bikin bulan ini jadi pembelajaran melatih diri,” kata Uus. (Inu B/”KP”)***

Sumber : Kabar Priangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar